Summary:
JABAR EKSPRES – SEAMEO BIOTROP melalui Indonesian Biotechnology Information Centre (IndoBic) kembali mendorong kemajuan Bioteknologi melalui serangkaian kegiatan ditengah ancaman krisis pangan dunia.
Teranyar, Lembaga Biologi Tropika antar pemerintah di kawasan Asia Tenggara tersebut bekerjasama dengan Malaysian Biotechnology Information Centre (MABIC) dan International Service for the Acquisition of Agribiotech Applications Inc. (ISAAA Inc.) tengah menyelenggarakan kegiatan 6th Asian Short Course on Agribiotechnology (ASCA), Biosafety Regulation, and Communication.
Kegiatan berlangsung sejak 11 hingga 15 September 2023 tersebut diikuti oleh 45 peserta yang terdiri dari ilmuwan, regulator, dan pembuat kebijakan dari Thailand, Kamboja, Laos, Indonesia, Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Amerika.
Dalam agenda kunjungan ke SEAMEO BIOTROP pada Kamis, 14 September 2023 para peserta mendapatkan kesempatan untuk dapat melihat berbagai fasilitas yang terdapat di SEAMEO BIOTROP, seperti laboratorium bioteknologi, laboratorium kultur jaringan.
Tak hanya itu, berbagai situs program Agro-Eko-Edu Wisata SEAMEO BIOTROP, seperti stingless bee garden, aquatic garden, dan sensory garden turut dipamerkan.
Direktur SEAMEO BIOTROP, Dr. Zulhamsyah Imran menuturkan, pentingnya bioteknologi dalam mengatasi tantangan global seperti krisis pangan, perubahan iklim, dan penggunaan pestisida yang berlebihan.
Pihaknya juga menyoroti perlunya kerja sama antara ilmuwan, regulator, dan praktisi untuk mengembangkan potensi bioteknologi sambil meminimalkan risikonya.
“SEAMEO BIOTROP sebagai pusat regional biologi tropis, memiliki komitmen untuk melestarikan biodiversitas dan mempromosikan manajemen berkelanjutan dari pemanfaatan biodiversitas. Melalui kerjasama dengan ISAAA melalui IndoBIC, SEAMEO BIOTROP berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang bioteknologi dan risikonya,” ungkapnya saat Konferensi Pers pada Kamis, 14 September 2023.
Menurutnya, Bioteknologi merupakan jalan keluar atau solusi dalam menghadapi tantangan dan ancaman krisis pangan dunia baik secara global, regional, dan nasional.
Zulhamsyah menekankan, rekayasa genetika tanaman pangan dengan bioteknologi harus dilakukan dan dikembangkan guna mengantisipasi ancaman krisis pangan dunia yang diprediksi mencapai puncaknya mulai tahun 2050.
“Bioteknologi juga dapat menjadi jawaban terhadap perubahan iklim global, krisis air, serta mengurangi penggunaan pestisida dan emisi karbon dunia. Oleh karena itu, kerjasama antara mitra harus diperkuat dan difokuskan pada pengembangan potensi bioteknologi dalam mengatasi berbagai isu global,” paparnya.
Dengan begitu, pihaknya menggandeng para Ilmuwan, regulator selaku pembuat kebijakan, dan praktisi dengan harapan dapat bekerjasama secara berdampingan dan memastikan bahwa ilmu pengetahuan dan regulasi dapat berkembang bersama.
Zulhamsyah menambahkan, melalui kegiatan ASCA tersebut diharapkan menjadi sebuah platform bagi saintis dan regulator di Asia untuk meningkatkankompetensi di bidang regulasi dan kebijakan yang terkait dengan bioteknologi.
“Inisiatif ini bertujuan untuk membekali pemangku kepentingan di Asia dengan mendorong regulasi berbasis sains yang mendukung Research and Development, komersialisasi, dan pertukaran, terutama di negara berkembang,” terangnya.
Ia juga berharap, produk bioteknologi dapat menggaung dan tak terdengar asing dikalangan masyarakat khususnya di Indonesia. Pihaknya meyakinkan, bahwa produk bioteknologi tidak berdampak bagi tubuh dan halal jika dikonsumsi manusia.
“Kami akan melakukan kolaborasi mengembangkan produk Bioteknologi yang dibuat BIOTROP dan ISAAA. Peningkatan produktivitas kebutuhan pokok misal padi yang tadinya satu hektar menghasilkan 10-15 ton ditingkatkan 20 ton perhektar,” papar Zulhamsyah.
Global Coordinator BioTrust-ISAAA, Dr. Mahaletchumy Arujanan perwakilan Malaysia menjelaskan, para peneliti selalu bekerja dilayar belakang, saat ini masyarakat global mengalami tantangan harga kebutuhan pokok naik dan makanan tidak mencukupi. Bioteknologi dilihat menjadi problem solver atau solusi dari hal itu. Karena saat ini didukung untuk green teknologi agar tidak merusak planet bumi ini.
“Masyarakat pada umumnya berfikir harga kebutuhan pokok rendah dan stok kebutuhan pokok tercukupi. Tanpa memikirkan bagaimana peningkatan produksi bahan-bahan kebutuhan pokok. Maka Bioteknologi ini merupakan solusi dari peningkatan itu. Indonesia dan Malaysia banyak impor jagung dan kedelai. Mengapa impor, padahal kita bisa mengembangkannya,” jelasnya.
“ISAAA ada kantor di Filipina untuk Asia dan di Kenya untuk Afrika. Kalau kita saling melengkapi, karena sama-sama dari negara berkembang, kita kolaborasi. Akan dilakukan pertukaran pelajar untuk berkunjung ke masing-masing tempat,” imbuh Maha sapaannya.
Sementara itu Manager HCID SEAMEO BIOTROP, Dewi Suryani menekankan, saat ini momentum Bioteknologi bisa disampaikan kesemua khalayak.
Kendati demikian, Ia mengaku produk Bioteknologi terbilang sulit untuk dipasarkan secara komersial. Sebab harus melewati berbagai prosedur dan regulasi yang ditempuh hingga tersertifikasi.
“Kami bisa melakukan kegiatan komunikasi resiko dan regulasi agar semua kalangan. Saat ini kami berkolaborasi tidak menciptakan produk, tapi mengkomunikasikan tentang Bioteknologi kepada masyarakat baik di Indonesia maupun Malaysia dan negara lainnya. Kami komunikasikan, yang produksi swasta. Produk bioteknologi yang sudah muncul di PTPN 11 Jawa Timur yaitu tebu tahan kering. Ada juga jagung tahan hama yang mulai dikenalkan oleh swasta,” tandas Dewi. (YUD)
Download article