Kajian Paparan Asupan Aflatoksin B1 dari Produk Olahan Kacang Tanah di Kotamadya Bogor
O. S. Dharmaputra, S. Ambarwati, I. Retnowati

Source: SEAMEO BIOTROP's Research Grant | 2009

Abstract:

Penelitian mengenai kajian paparan asupan aflatoksin B1 dari produk olahan   kacang tanah di kotamadya Bogor telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kandungan aflatoksin B1 pada produk olahan kacang tanah di tingkat pengecer, dan memperoleh informasi apakah terdapat risiko terhadap kesehatan masyarakat akibat mengkonsumsi produk olahan kacang tanah yang terkontaminasi oleh aflatoksin B1.

Survei konsumsi produk olahan kacang tanah dilakukan dengan cara mewawancarai setiap responden menggunakan kuesioner konsumsi produk olahan kacang tanah mingguan. Pengambilan sampel dilakukan di 11 kelurahan yang terletak di kecamatan Bogor Tengah, di tempat responden memperoleh produk olahan kacang tanah. Jumlah sampel kacang kulit, kacang atom dan bumbu pecel atau gado-gado masing-masing 33 sampel, sedangkan jumlah sampel bumbu siomay dan sate masing-masing 18 dan 12 sampel. Kandungan aflatoksin B1 ditentukan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (Thin Layer Chromatography = TLC). Kajian paparan asupan aflatoksin B1 di kecamatan Bogor Tengah dihitung menggunakan data kandungan  aflatoksin B1 dan data konsumsi produk olahan kacang tanah.

Rata-rata jumlah konsumsi produk olahan kacang tanah tertinggi baik pada responden anak-anak maupun dewasa yaitu pecel/gado-gado, masing-masing 0.0110 kg/hari dan 0.0149 kg/hari.

Persentase sampel yang terkontaminasi dan rata-rata kandungan aflatoksin B1 yang tertinggi adalah kacang kulit, masing-masing yaitu 42% dari 33 sampel dan 43.2 µg/kg, kemudian diikuti oleh kacang atom (30% dari 33 sampel dan 34.3 µg/kg), dan pecel/gado-gado (21% dari 33 sampel dan 17.1 µg/kg). Persentase sampel yang terkontaminasi dan rata-rata kandungan aflatoksin B1 dari bumbu siomay relatif rendah (11% dari 18 sampel dan 4.4  µg/kg). Persentase sampel yang terkontaminasi aflatoksin B1 dari bumbu sate juga relatif rendah, yaitu 17% dari 12 sampel, tetapi rata-rata kandungan aflatoksin B1 relatif tinggi, yaitu 23.2 µg/kg.

Dari kelima produk, paparan asupan aflatoksin  B1 yang paling tinggi dan paling rendah baik pada responden anak-anak maupun dewasa, masing-masing adalah kacang kulit  dan  bumbu  siomay.   Paparan asupan  aflatoksin  B1 dari kacang kulit, kacang atom, bumbu pecel/gado-gado, bumbu siomay dan bumbu sate pada responden anak-anak, masing-masing adalah 10.8, 3.2, 5.8, 0.7 dan 4.8 (ng/kg berat badan/hari); dan pada responden dewasa, masing-masing adalah 7.7, 1.7, 4.5, 0.6 dan 2.6 (ng/kg berat badan/hari).

Dengan menggunakan nilai potensi penderita kanker hati akibat terpapar aflatoksin, yaitu 0.3 penderita kanker hati per tahun per 100 000 orang per ng aflatoksin per kg berat badan untuk orang yang positif terserang virus hepatitis B, dan 0.01 penderita kanker hati per tahun per 100 000 orang per ng aflatoksin per kg berat badan untuk orang yang negatif terserang virus hepatitis B, maka diperkirakan potensi penderita kanker hati karena terpapar aflatoksin dari lima produk olahan kacang tanah pada penelitian ini, pada responden anak-anak yang positif terserang virus hepatitis B berkisar antara 0.21 - 3.24  penderita kanker hati per tahun per 100 000 orang per ng aflatoksin per kg berat badan, dan untuk yang negatif terserang virus hepatitis B berkisar antara 0.007 -  0.108 penderita kanker hati per tahun per 100 000 orang per ng aflatoksin per kg berat badan. Sedangkan pada responden dewasa yang positif terserang virus hepatitis B berkisar antara 0.18 - 2.31 penderita kanker hati per tahun per 100 000 orang per ng aflatoksin per kg berat badan, dan untuk yang negatif terserang virus hepatitis B berkisar antara 0.005 - 0.077 penderita kanker hati per tahun per 100 000 orang per ng aflatoksin per kg berat badan.

Download full report

Share this: